Langsung ke konten utama

Kisah Foto Putih di atas Meja Belajar

 “Ibu, kenapa harus fotoku yang ditaruh di atas meja belajar? Aku kan tidak cantik bu.”

“Nanti juga kamu akan tahu fungsinya.”

Begitulah percakapan kecil di pagi hari Minggu setelah Menanti pindah ke kamar pribadi pertamanya di usia 7 tahun. Bocah SD yang lugu itu memang sering banyak bertanya. Dia seorang gadis kecil dengan imajinasi yang luar biasa. Dia gadis kecil yang banyak punya mimpi dan tidak pernah menyerah dengan segala usahanya. Tidak heran jika dia selalu jadi juara kelas.

***

“Ayah, aku ingin dibelikan meja belajar baru. Piala-pialaku sudah tidak muat ditaruh disini.” Ucapnya sembari menunjuk meja belajar berwarna putih di depannya dengan membawa piala baru yang ia dapat sepulang dari sekolah.

“Bagaimana kalau kita beli rak kaca saja untuk pialamu? Nanti bisa ditaruh di ruang tamu. Lebih praktis bukan?” Ayahnya mencoba memberi solusi. Namun, wajah gadis kelas 6 SD itu malah cemberut.

“Tidak mau Ayah! Piala-piala ini harus ditaruh di atas meja belajarku agar aku selalu ingin belajar dan bisa ngumpulin lebih banyak piala lagi! Bukankah Ayah bangga punya anak yang pintar sepertiku?”

Ayahnya tidak bisa mengelak. Dua hari kemudian, datanglah meja kayu berwarna coklat yang cukup besar. Sangat cukup untuk menaruh piala-piala yang sudah ia kumpulkan selama ini. Menanti sangat senang dan langsung dicobanya untuk belajar di meja baru.

***

“Loh, fotomu dimana Ti?” Tanya ibunya ketika melihat bingkai foto 4x4 berwarna putih itu hilang dari meja belajar putrinya.

“Aku ganti pakai papan life goals ini Bu. Bagus bukan? Dengan begini aku yakin bisa jadi orang sukses karena hidupku sudah tertata dari kecil. Ibu bangga kan sama aku?” Mata gadis berusia 14 tahun itu nampak berbinar. Dengan lampu belajar yang masih menyala pukul 10 malam, ia nampak masih bersemangat menyelesaikan membaca buku pelajaran yang tebal di hadapannya.

“Yasudah…tapi sekarang sudah larut, ayo tidur.” Ibunya mengelus kepala anak gadisnya yang sebentar lagi akan SMA dengan lembut. Namun, terdapat gurat khawatir di raut wajah sang Ibu.”

***

“Siapa ini Ti?” Ucap Ibunya ketika melihat bingkai foto berwarna hitam yang elegan dengan foto anaknya dengan seorang laki-laki yang berseragam SMA yang sama dengan anak gadisnya sembari tersenyum sangat manis.”

“Ah, Ibu.Aku jadi malu…” Anak gadisnya nampak tersipu dan pipinya memerah. Senyum juga tidak bisa lepas dari bibirnya yang tipis.

“Ganteng juga. Anaknya juga kelihatan baik.” Ibunya langsung paham siapa sosok di foto tersebut.

“Jadi gimana? Setuju nih?” Menanti menyenggol tangan Ibunya dengan manja.

“Setuju dong. Tapi, akan lebih setuju lagi kalau kamu bisa berperilaku seimbang.” Ibunya mengelus kepala anak gadisnya yang kini hampir setinggi dirinya.

“Iya…Menanti janji nggak akan lupa sama pelajaran. Buktinya, piala-pialaku nambah terus kan Bu. Aku menaruh pialaku disini agar tidak lupa sama mimpi-mimpi aku. Dan, foto ini aku taruh biar aku selalu semangat sekolah. Hehe.” Menanti bangga melihat penampakan meja belajarnya.

“Yasudah…tetap semangat ya.” Namun ada raut khawatir di wajah sang Ibu.

***

Waktu berlalu dengan cepat. Bumi semakin tua dan manusia semakin berkembang dengan dinamis. Rasanya, waktu 24 jam tidak pernah cukup untuk menyelesaikan tugas-tugas dan segala urusan di dunia. Apakah manusia sudah menjadi robot zaman?

“Ibu, aku berangkat ke kampus dulu yaa! Udah telat nih.” Menanti tergesa-gesa memakai sepatunya dan langsung keluar dari rumah tanpa menunggu jawaban Ibunya.

“Ti, inget ya nanti ada rapat himpunan.” Ucap Ida mencolek punggunya dari belakang ketika kelas matkul terakhir selesai.

“Siap bu sekretaris! Tapi gue mau makan dulu ya, laper banget!”

“Okay.”

***

"Ti!" "Ti!" 

"Eh, iyaa? maaf-maaf keasikan nugas." Ucap Menanti sembari melepaskan earphone yang melekat di telinganya. Musikya terlalu keras, siapapun akan tahu bagaimana selera musiknya. 

"Lanjutin dah." Wajah laki-laki di depannya terlihat masam.

"Hei, aku lagi nugas. Aku bela-belain loh ketemu kamu hari ini padahal tugasku lagi banyak. Kok malah ngambek sih?" Menanti sangat paham sikap pacarnya. Ia merasa berhak untuk menghakimi.

"Kalau nggak bisa, nggak usah dipaksa kali." Laki-laki itu bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja melewati Menanti yang masih keheranan.

***

"Menanti, kenapa nilai kamu semester ini hancur begini?" 

"Maafkan saya bu..., saya janji akan meningkatkan nilai saya di semester ini."

"Tidak, bukan itu poinnya. Ayo cerita, saya tahu banget gimana kamu di kelas.Bagaimanapun saya adalah pembimbing akademik kamu, saya berhak tahu apabila kamu bersedia".

"Maaf bu, saya hanya merasa terlalu sibuk beberapa waktu belakangan."

"Lalu?"

"Lalu...saya baru putus dengan pacar saya, tekanan dan tuntutan di kelas dan kepanitiaan membuat saya kebingungan harus bagaimana."

"Saya memahami problematika anak muda, saya juga pernah muda. Tapi jangan berfokus pada hal yang membuat kamu down. Ayo bangkit. Masalah tekanan dan tuntutan di lingkungan kampus, saya yakin kamu bisa melewati dengan baik, saya percaya kemampuan kamu."

"Terima kasih atas pengertiannya bu. Saya janji akan memperbaiki nilai saya di semester ini. Saya tidak akan mengecewakan ibu."

Ya, begitulah percakapan singkat Menanti dan dosen pembimbing akademiknya ketika semester genap akan dimulai. Menanti, sosok dengan daya juang dan "tidak enakan" dengan segala janji yang ia buat ternyata mampu membuktikan omongannya. Pada akhir tahun kedua perkuliahan, ia mampu menyumbangkan nilai A pada semua mata kuliah yang ia tempuh, tidak ada lagi omelan dari pembimbing akademik untuknya. Hanya kata "mempertahankan" yang ia terima. 

***

"Ti, kamu kenapa?" Tanya Ibunya menghampiri ketika mendengar suara sesegukan dari balik pintu. 

"Aku gagal. Maaf aku mengecewakan, maaf aku terlalu sibuk jadi orang. Aku gabisa bagi waktu. Lomba yang udah aku persiapin jauh-jauh hari malah gagal. Aku malu bu." Menanti semakin sesegukam ketika melihat ibunya.

"Yaampun, nggak apa-apa. Gagal itu kan hal yang biasa. Apa yang kamu takutkan dari gagal? Besok kan bisa dicoba lagi."

"Tapi aku gapernah gagal sama planning yang aku buat bu. Apa aku harus berhenti di organisasi dan fokus akademik aja? Aku malu banget."

"Tidak perlu berhenti. Organisasi bisa buat kamu lebih memahami orang dan pemikiran orang lain. Ti, ini yang ibu takutkan dari dulu. Kamu tidak pernah mempersiapkan kegagalan. Kamu terlalu fokus sama apa yang kamu anggap bisa bawa kesuksesan. Iya, belajar dan pendidikan formal memang hal yang mutlak untuk mencapai harapan kamu, tapi untuk jadi manusia yang baik, banyak sekali hal yang harus kamu pahami selain dunia belajarmu."

***

"Loh, piala-pialamu kemana?" Ibunya kaget mendapati meja belajar putih putrinya telah kosong, lengang, terlalu lengang. 

"Aku taruh di dalem lemari. Ah iya, kelupaan..." Mentari berlari kecil menuju meja belajarnya dan mencopot cork board berukuran 30cm x 40cm yang penuh dengan kertas-kertas to-do list dan long term goals yang ia pasang di tembok dekat meja belajarnya. 

"Nih, buang aja kertas-kertasnya bu. Mending tempel di dapur, buat reminder resep-resep enak, hehe."

"Dannnn....cantik banget! Udah lama foto ini gapernah dipajang...Ibu bener, liatin foto masa kecil disaat aku jatuh dan seneng bisa membuat aku lebih sadar diri, darimana dan gimana aku tumbuh sampai di detik ini."

"Nah, gitudong! Let it flow".

~selesai~


Beberapa bagian cerita memang terinspirasi dari kisah nyata. Tentang bagaimana pemikiran-pemikiran masa kecil yang berdampak besar padaku sampai dewasa seperti sekarang. Cerpen ini dipersembahkan khusus untuk inner child yang ada di dalam diri, tentang sumbangsih perasaan bahagia, sedih, kecewa, trauma dan segala pemikiran baik dan buruk yang terbawa sampai detik ini. Ngobrol jangan cuma sama orang dekat saja. Sudahkah kamu mendengar keluh kesah dirimu yang kecil hari ini? Ayo dengerin, anak kecil itu rewel, hal-hal yang gabisa ia dapetin waktu kecil akan memberi dampak besar untuk kehidupannya di masa dewasa. Sebelum belajar memahami anakmu kelak, coba pahami inner child yang merengek minta didengar. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

selamat istirahat sebentar, ya

  Ketika aku tanya Diana, dia menyarankan untuk mengatakan apa saja yang aku rasakan, apa saja dan kapan saja. “Kalau dia benar mencintaimu, dia akan paham dan tidak masalah dengan marahmu”. Ketika aku tanya Claudia, dia menyarankan “katakan saja jangan mengode apapun. Laki-laki terlalu bodoh untuk diberikan kata-kata halus”. Ketika aku tanya Windari, dia menyarankan “ show him random things of you ”. Ketika aku tanya Liana, dia menyarankan “omongin baik-baik saja”. Aku membenarkan semuanya. Tentang apapun yang mereka sarankan adalah ada benarnya. Tentang aku dan kamu yang terhimpit rasa bosan, yang hari ini malah mengawali pagi dengan perdebatan lalu berujung saling mengegosikan diri merasa paling berjuang dan “coba kamu baca baik-baik, coba kamu flashback ke belakang sedikit, apa pernah aku nggak ada buat kamu?” Ternyata, saran-saran memang penting sangat amat penting. Tapi, ada satu hal yang perlu dipahami. Kamu, tidak akan pernah menjadi Gus Ade, juga bukan Dino, buk...

Album Foto

  Pentingnya Punya Album Foto     Haloo, ini adalah sebagian dari sahabat-sahabatku di bangku kuliah. Gimana? cantik-cantik dan ganteng-ganteng kan ya hehehe. Iyain aja biar aku dan mereka seneng :)      Kita stop dulu bahas cinta-cintaan yaa. Aku lagi bosen membahas perasaan 2 orang manusia. Mari kita bahas perasaan banyak manusia sekarang. Sebenarnya, aku juga bingung mau memulai tulisan ini darimana. Aku juga bingung, kenapa aku bisa akrab dengan mereka. Tapi ini penting, aku ingin bercerita hal ini karena aku ingin menyimpan memori yang aku ingat disini,mungkin suatu saat aku akan rindu dan mereka susah dihubungi, tulisan ini sepertinya akan cukup membantu.      Bebicara soal persahabatan, banyak orang yang datang dan pergi di dalam hidup. Ada yang tetap tinggal karena merasa nyaman, ada yang tetap tinggal karena merasa sefrekuensi, atau ada yang tinggal karena ingin memanfaatkan saja, uh jahat. Tapi bersyukurnya, selama aku hidup aku sel...

Dear My Future Son & Daughter

2021. Ibumu mungkin sedang banyak mengalami beban hidup. Mulai dari yang ringan, sedang, berat seberat-beratnya. Mungkin ibumu sedang kacau pikiran dan tujuan hidupnya, tidak tahu harus bagaimana menghadapi dunia yang ternyata lebih kejam daripada yang dikatakan oleh orang-orang. Ibumu mungkin juga sedang gundah dengan kisah asmaranya. Tidak tahu dimana ayahmu sedang berada. Tapi kamu tidak perlu cemas, ibumu akan melakukan yang terbaik demi masa depan kalian yang cerah. Ibumu tidak akan membuat hidup kalian penuh kemalangan, apalagi harus menghadapi banyak trauma seperti yang dirasaka  oleh ibumu. Kalaupun takdir berkata lain saat kita bertemu nanti, percayalah kalian hanya perlu yakin dengan rencana Tuhan. Ada banyak hal yang tidak bisa kita tebak di dunia ini. Zaman kalian nanti mungkin akan lebih canggih daripada zaman ibu sekarang, tapi manusia tidak bisa mengalahkan kuasa semesta.  Tidak banyak yang bisa ibumu pesankan, karena sejujurnya ibumu pun tidak tahu akan hari es...