Langsung ke konten utama

"Nggak Capek Sekolah dari Kecil?"

 

Hari raya adalah momen kumpul-kumpul bersama keluarga besar. Meskipun tahun ini begitu terbatas, namun silaturahmi harus tetap jalan bukan? Kemarin, ada satu pertanyaan yang ‘nyelekit’ sekali bagi saya. Sore itu di dapur tante saya ketika kami memasak bersama, beliau bertanya “Kapan lulus?” Yaa karena saya masuk kuliah tahun 2018 maka idealnya untuk lulus adalah tahun 2022. “2 tahunan lagi kalau lancar, astungkara.” Jawab saya yang sekaligus terbesit harapan yang besar. “Nggak capek sekolah terus dari kecil?” Pertanyaan sederhana yang membuat pikiran saya kemana-mana. “Capek sih, tapi harus bersyukur kan bisa kuliah.” Yasudah, setelah itu kami fokus kembali untuk memasak. Kurang beruntungnya, saat itu sebenarnya saya sedang ada tugas kuliah daring. Otomatis saya liatin hp terus untuk mencari jawaban yang susah sekali di dapatkan. Paman saya kemudian bilang ke saya, “Kenalin dong pacarnya.” Saya kaget sekali, kan saya jomblo ya. Kemudian saya sadar, kenapa tuduhan itu dikenakan kepada saya. “Oh, nggak. Lagi ngerjain tugas ini.” Tante saya yang lain kemudian menyahut, “Serius sekali sampai alisnya ditekuk begitu.” Ya gimana dong, kan tugasnya susah huhu. Saya Cuma senyum-senyum saja dan memilih mematikan handphone dan kembali fokus ke obrolan tentang masa kecil saya. Tentang saya yang lahir kelebihan berat badan dan sangat buruk rupa (serius nggak bohong), tentang  cerita heroik paman saya yang menyelamatkan saya ketika kerusuhan tahun 2000 (nanti akan saya ceritakan di judul selanjutnya). Ah banyak sekali ternyata yang sudah berlalu dan secara tidak langsung saya sangat bersyukur bisa hidup sampai hari ini. Tapi, dari sekian cerita yang terlewati di sore yang hangat itu, hanya pertanyaan “Nggak capek sekolah terus dari kecil?” yang sedikit menjadi beban pikiran dan hati saya.

 

Bagaimana ya, kalau di hitung-hitung memang hampir sebagian hidup kita dihabiskan dengan menuntut ilmu bukan? Dan saya pikir karena sekolah itu bentuknya formal, maka terlihat tidak santai dan terkesan sangat serius dan buat stress. Memang, beberapa kali saya benci dengan masa-masa menuntut ilmu secara formal ini. Tapi, ketika saya mendapatkan apalagi dapat mengimplementasikan ilmu yang saya punya, rasanya benar-benar lega dan membahagiakan. Seperti cerita-cerita saya di judul sebelumnya, dari SD saya dikenal sebagai juara kelas, secara tidak langsung stereotype orang-orang terkesan luar biasa kepada saya. Apalagi prestasi saya ketika SMA yang terbilang lumayan. Jujur, itu sangat membebani saya. Saya tidak suka orang-orang menaruh ekspektasi yang sebegitu tingginya dengan hidup saya. Kemudian, ketika saya gagal, saya langsung dianggap tidak berguna. Itu biasa terjadi dan saya yakin kebanyakan dari kalian juga pernah begitu bukan? Capek ya jadi dewasa wkwk.

 

Tapi, secapek-capeknya saya kuliah, secapek-capeknya saya reschedule jadwal kegiatan, secapek-capeknya saya ngurusin kepanitiaan, secapek-capeknya saya begadang demi tugas, dan secapek-capeknya saya hidup di masa-masa mencari jati diri ini, jauh di lubuk hati saya sangat mencintai dunia pendidikan. Tidak munafik, saya sering mengeluh dengan tugas dan kegiatan selama kuliah, saya sering menangis cuma gara-gara gagal penuhi ekspektasi sendiri dan saya sempat ingin menyudahi saja semuanya ini. Itu wajar, sangat wajar. Masa – masa menuntut ilmu tidak akan seru jika semua itu tidak pernah terjadi bukan? Poin pentingnya, kita bisa belajar dari hal-hal yang buat nggak nyaman dan gagal untuk bisa fokus sama solusinya. Oh iya, masa-masa menuntut ilmu bukan hanya soal nilai akademik saja tapi juga nilai-nilai kehidupan. Aduh, banyak sekali deh pokoknya nilai-nilai kehidupan yang saya pelajari selama ini. Bertemu dengan orang-orang baru dengan berbagai cerita mereka sampai bertemu orang-orang penting yang kemarin rasanya cuma bisa ketemu lewat mimpi. Masa-masa menuntut ilmu juga seharusnya bisa membuat kita lebih bersyukur dan mawas diri, kalau tidak semua orang bisa mendapatkan pendidikan formal seperti kita, kaum yang suka mengeluh ini. Lalu,apakah masalahnya capek karena rasa bosan? Bosan terus-terusan  liat papan tulis dari yang pakai kapur,pakai spidol, sampai dihiasi power point dari proyektor? Bosan terus-terusan harus beli buku baru, kardusin buku lama, bongkar buku lama, sampai bakar kertas ulangan yang nilainya merah? Bosan melihat guru dan dosen mengajar sampai-sampai tidak ingat nama dan rupanya lagi? Oh, atau bosan bangun pagi pulang sore menjelang malam bahkan sampai tengah malam? Iya ya, bosan dan capek sekali rasanya menjalani itu semua. Tapi, kalau tidak dijalani, kita nggak akan punya cerita hidup yang akan di sampaikan kepada anak cucu nanti dong? Takut ya kalau nanti kita nggak jadi orang sukses? Takut ya kalau nanti kita bekerja tidak sesuai dengan disiplin ilmu? Takut ya kalau nanti kita nggak punya uang dan jadi miskin? Iya sama, saya juga takut. Tapi, saya akan lebih takut kalau ilmu yang saya punya cuma stop sampai di saya. Baik itu ilmu akademis ataupun ilmu-ilmu kehidupan. Mubazir sekali, ah takut jika dibayangkan. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan ada. Agar  kita bisa menjadi manusia yang punya akhlak baik dan menyalurkan ilmu-ilmu kita dengan cara yang baik, jangan malah jadi teroris ya. Dunia pendidikan sangat luas dan terdengar sangat serius jika dijadikan topik obrolan.Tapi itu sangat amat penting!

 

Guru Bahasa dan Sastra Indonesia saya ketika SMA pernah bilang,”Otak kita ini ibarat flashdisk dengan kapasitas super besar. Masak cuma dikasi pikiran segini udah capek dan ngeluh terus gamau nambahin datanya lagi? Kasian,mubazir flashdiskmu kalau begitu!” Iyaa, ketika beliau bicara seperti itu beliau dalam kondisi marah kepada kami karena selalu lupa sama materi pelajaran. Meskipun beliau bicara seperti itu tanpa sengaja, tapi itu sangat membekas di hati dan saya jadikan patokan untuk terus semangat meraih impian.

 

Maka, jika boleh saya putar waktu akan saya jawab pertanyaan “Nggak capek sekolah terus dari kecil?” dengan jawaban “Sekolah kan tempat berproses, wajar kalau pernah capek.”

 

*) Semoga tulisan ini bisa saya temukan dan baca kembali di taman kecil belakang rumah sambil minum teh melati hangat di sore hari saat saya sudah menggapai impian saya nantinya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

selamat istirahat sebentar, ya

  Ketika aku tanya Diana, dia menyarankan untuk mengatakan apa saja yang aku rasakan, apa saja dan kapan saja. “Kalau dia benar mencintaimu, dia akan paham dan tidak masalah dengan marahmu”. Ketika aku tanya Claudia, dia menyarankan “katakan saja jangan mengode apapun. Laki-laki terlalu bodoh untuk diberikan kata-kata halus”. Ketika aku tanya Windari, dia menyarankan “ show him random things of you ”. Ketika aku tanya Liana, dia menyarankan “omongin baik-baik saja”. Aku membenarkan semuanya. Tentang apapun yang mereka sarankan adalah ada benarnya. Tentang aku dan kamu yang terhimpit rasa bosan, yang hari ini malah mengawali pagi dengan perdebatan lalu berujung saling mengegosikan diri merasa paling berjuang dan “coba kamu baca baik-baik, coba kamu flashback ke belakang sedikit, apa pernah aku nggak ada buat kamu?” Ternyata, saran-saran memang penting sangat amat penting. Tapi, ada satu hal yang perlu dipahami. Kamu, tidak akan pernah menjadi Gus Ade, juga bukan Dino, buk...

Album Foto

  Pentingnya Punya Album Foto     Haloo, ini adalah sebagian dari sahabat-sahabatku di bangku kuliah. Gimana? cantik-cantik dan ganteng-ganteng kan ya hehehe. Iyain aja biar aku dan mereka seneng :)      Kita stop dulu bahas cinta-cintaan yaa. Aku lagi bosen membahas perasaan 2 orang manusia. Mari kita bahas perasaan banyak manusia sekarang. Sebenarnya, aku juga bingung mau memulai tulisan ini darimana. Aku juga bingung, kenapa aku bisa akrab dengan mereka. Tapi ini penting, aku ingin bercerita hal ini karena aku ingin menyimpan memori yang aku ingat disini,mungkin suatu saat aku akan rindu dan mereka susah dihubungi, tulisan ini sepertinya akan cukup membantu.      Bebicara soal persahabatan, banyak orang yang datang dan pergi di dalam hidup. Ada yang tetap tinggal karena merasa nyaman, ada yang tetap tinggal karena merasa sefrekuensi, atau ada yang tinggal karena ingin memanfaatkan saja, uh jahat. Tapi bersyukurnya, selama aku hidup aku sel...

Mencintai Makhluk Lain

Maksudnya makhluk lain disini bukan hantu ya hehe. Melainkan, tumbuhan atau tanaman atau apalah kata yang merepresentasikan mereka. Aku suka dengan sesuatu yang menyegarkan mata, sungguh itu bisa membuatku punya semangat baru. Meski banyak yang bilang aku cuma ikutan trend berkebun karena pandemi, menurutku tidak sepenuhnya seperti itu. Aku menyadari ada banyak makhluk hidup di bumi ini yang bisa kita cintai, selain manusia. Mungkin, manusia yang "sempurna" itu beberapa diantaranya sering menyakiti, makanya aku pindah haluan begini hahaha.  Bagaimana ya, ketika aku cuma ngobrol sama tanaman yang aku koleksi di kamar tanpa mendengar mereka membalas ucapanku, rasanya lega, lega sekali. Aku jadi bisa mikir jernih, "oh mungkin aku harus begini." "oh mungkin kekeliruanku ada disini." Yaaa, aku jadi bisa mengambil keputusan dan introspeksi diri secara tenang dan tanpa dihakimi oleh orang lain. Memang, beberapa masalah perlu kita utarakan kepada manusia lain, tap...