Langsung ke konten utama

My Quarter Life Crisis (pt.2)

Makin kesini rasanya hidup makin berat. Bosen ga sih kalian  baca blog-ku yang penuh keluhan? Ngomong-ngomong, aku jadi inget tujuanku membuat blog ini untuk tempatku bercerita. Memang banyak sahabat-sahabat baikku yang selalu bilang "lu kalo ada apa-apa,cerita aja sama gue". Mereka salah satu alasan dari puluhan,ratusan, bahkan ribuan alasan yang belum aku sadari untuk terus bertahan di dunia yang keras ini. Tapi, aku gatau apa yang harus aku ceritain mereka. Rasanya, nggak enak bagi-bagi beban hidupku kepada mereka yang juga punya beban hidup, bahkan lebih keras dari punyaku. Ada yang menyarankan aku chat inilah, itulah, mencoba ke psikolog lah,hm banyak sebenarnya. Tapi, aku sendiri nggak tau apa sebenernya ini. Aku cuma ngerasa aku tertinggal, aku gatau apa tujuanku, aku hilang motivasi, aku mati rasa. 


Ketika aku mencoba menacari ketenangan, disana malah ribut, disini juga ribut, dunia maya apalagi sungguh riuh, hiruk-pikuk dimana-mana, mentalku terguncang keras. Aku bukannya ingin memangkas keberadaan orang-orang disekitarku, aku cuma lagi pengen ngobrol sama diri sendiri. Aku pengen tau, aku ini kenapa sebenarnya, aku ini maunya apa, kok aku bisa sedih dan jadi kayak gini. 


Aku suka kesal kalau ada yang bilang "udahlah kamu tuh cuma kurang bersyukur dan berdoa." Ah, andai mereka-mereka itu tahu segimana aku mencoba menghalalkan segala cara untuk bisa bertahan sampai hari ini... Dan juga, Tuhan mungkin sudah bosan melihatku menangis pada setiap doaku. 


Aku pengen nanya deh,

Suatu hari nanti, kalau kita nggak jadi siapa-siapa apakah itu menjadi masalah? Apakah kita otomatis menjadi sampah masyarakat? 

Ibu, Ayah, apakah aku sudah resmi menjadi beban keluarga? Dimana teman-teman sebayaku sudah bisa mencari uang sendiri, sudah punya skill ini itu, sudah bisa kesana-kesini, sudah mapan bersahaja hidupnya. Meskipun kalian tidak pernah membandingkan aku dengan mereka, rasanya kalian juga ingin punya anak seperti mereka, bukan?

Aku,kenapa dulu aku gabisa biasa-biasa aja.Kenapa dulu harus jadi orang ambisius dan produktif. Kenapa dulu harus punya prestasi ini itu. Susah tau sekarang. Lelah dengan ekspektasi orang-orang tentamg aku. Ingin putar waktu agar dulu-dulu aku hidup sewajarnya saja. 

Kenapa masa depan begitu mencemaskan? Kok bisa teman-teman sebayaku sudah pada menikah dan punya anak, beban hidup rasanya tak ada. Kenapa mereka sudah bisa mencapai kedewasaan itu. Smentara aku masih berkutat dengan perasaan yang gatau maunya apa. Aku kenapa sih?


Kadang, setahun aku merasa hidup berpihak padaku, 2 tahunnya merasa hidup sedang mempermainkanku,selebihnya hidup gatau mau bawa aku kemana lagi. Aku masih ingin hidup panjang, ingin bertemu dengan masa depanku, mengasuh anak-anakku dengan baik agar nanti mereka tidak merasakan apa yang aku rasakan di masa mudaku. Tapi, kenapa masalah mental,krisis identitas, dan produktifitas yang dilombakan selalu mengikutiku. Tolong, aku ingin hidup tenang. Aku nggak ingin berekspektasi apalagi membicarakan banyak mimpi kepada orang lain. Aku cuma ingin hidup tenang. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

selamat istirahat sebentar, ya

  Ketika aku tanya Diana, dia menyarankan untuk mengatakan apa saja yang aku rasakan, apa saja dan kapan saja. “Kalau dia benar mencintaimu, dia akan paham dan tidak masalah dengan marahmu”. Ketika aku tanya Claudia, dia menyarankan “katakan saja jangan mengode apapun. Laki-laki terlalu bodoh untuk diberikan kata-kata halus”. Ketika aku tanya Windari, dia menyarankan “ show him random things of you ”. Ketika aku tanya Liana, dia menyarankan “omongin baik-baik saja”. Aku membenarkan semuanya. Tentang apapun yang mereka sarankan adalah ada benarnya. Tentang aku dan kamu yang terhimpit rasa bosan, yang hari ini malah mengawali pagi dengan perdebatan lalu berujung saling mengegosikan diri merasa paling berjuang dan “coba kamu baca baik-baik, coba kamu flashback ke belakang sedikit, apa pernah aku nggak ada buat kamu?” Ternyata, saran-saran memang penting sangat amat penting. Tapi, ada satu hal yang perlu dipahami. Kamu, tidak akan pernah menjadi Gus Ade, juga bukan Dino, buk...

Album Foto

  Pentingnya Punya Album Foto     Haloo, ini adalah sebagian dari sahabat-sahabatku di bangku kuliah. Gimana? cantik-cantik dan ganteng-ganteng kan ya hehehe. Iyain aja biar aku dan mereka seneng :)      Kita stop dulu bahas cinta-cintaan yaa. Aku lagi bosen membahas perasaan 2 orang manusia. Mari kita bahas perasaan banyak manusia sekarang. Sebenarnya, aku juga bingung mau memulai tulisan ini darimana. Aku juga bingung, kenapa aku bisa akrab dengan mereka. Tapi ini penting, aku ingin bercerita hal ini karena aku ingin menyimpan memori yang aku ingat disini,mungkin suatu saat aku akan rindu dan mereka susah dihubungi, tulisan ini sepertinya akan cukup membantu.      Bebicara soal persahabatan, banyak orang yang datang dan pergi di dalam hidup. Ada yang tetap tinggal karena merasa nyaman, ada yang tetap tinggal karena merasa sefrekuensi, atau ada yang tinggal karena ingin memanfaatkan saja, uh jahat. Tapi bersyukurnya, selama aku hidup aku sel...

Mencintai Makhluk Lain

Maksudnya makhluk lain disini bukan hantu ya hehe. Melainkan, tumbuhan atau tanaman atau apalah kata yang merepresentasikan mereka. Aku suka dengan sesuatu yang menyegarkan mata, sungguh itu bisa membuatku punya semangat baru. Meski banyak yang bilang aku cuma ikutan trend berkebun karena pandemi, menurutku tidak sepenuhnya seperti itu. Aku menyadari ada banyak makhluk hidup di bumi ini yang bisa kita cintai, selain manusia. Mungkin, manusia yang "sempurna" itu beberapa diantaranya sering menyakiti, makanya aku pindah haluan begini hahaha.  Bagaimana ya, ketika aku cuma ngobrol sama tanaman yang aku koleksi di kamar tanpa mendengar mereka membalas ucapanku, rasanya lega, lega sekali. Aku jadi bisa mikir jernih, "oh mungkin aku harus begini." "oh mungkin kekeliruanku ada disini." Yaaa, aku jadi bisa mengambil keputusan dan introspeksi diri secara tenang dan tanpa dihakimi oleh orang lain. Memang, beberapa masalah perlu kita utarakan kepada manusia lain, tap...