Sejujurnya, semua tulisan disini tidak akan mengacu kepada kehidupan SMA. Tapi, bagaimana ya. Memang, masa - masa SMA itu penuh kenangan sekali, jadi sayang kalau tidak diceritakan. Masa - masa kenal pacaran, cinta pertama, hubungan yang diketahui oleh orang tua, banyak pengalaman manis di masa - masa manusia sedang mekar - mekarnya. Tidak semua juga bermekaran di masa ini, ada beberapa yang mekar lebih lama namun lebih harum. Kita tidak cerita tentang itu dulu ya, kita cerita tentang bunga - bunga yang mekar di masa itu. Seperti kisah sahabatku ini. Sangat mekar sampai lupa kontrol harumnya hingga layunya menjadi terjadi tanpa makna.
Namanya Din. Seorang yang sangat tidak peduli tenang "penampilan wanita".Paham maksudku? Iya, dia tomboy, bahasa kerennya. Tapi dia tidak aneh, bukan tomboy yang lebay. Dia cantik,kalau mengutip kata - kata Oka Rusmini di novelnya, dia memiliki kecantikan sudra. Sederhana, tapi tangguh. Dan ini kisahnya yang menunjukkan wujud kecantikan sudranya.
***
Suka sama seseorang selama 3 tahun itu rasanya tidak gampang. Banyak sekali rasa yang dikorbankan dan diperjuangkan untuk terus hidup dan menyala dalam gelap yang entah kapan bertemu terangnya. Rasanya doaku untuknya tidak putus - putus dari dulu. Tenang saja, semuanya doa baik.
Aku sering memanggilnya Sa. Seorang laki - laki dingin yang entah apa alasannya, aku sangat menyukainya.Awalnya aku kira hanya sekedar suka saja, ternyata... lambat laun suka juga bisa berubah rasa jadi sayang. Kira - kira apalagi ya yang bisa diubah oleh rasa? Lama rasanya berpikir tentang pertanyaan itu. Sampai akhirnya, aku menemukan juga kalau rasa juga bisa mengubah hari - hariku menjadi lebih luar biasa dari biasanya. Saking luar biasanya sampai aku lupa kalau itu sudah diluar rasa. Aku hanya ingin mengingat yang baik -baik saja tentang dia. Tapi, rasanya kok malah sedih ya? Kenapa yang baik - baik bisa buat sedih? Bukannya yang baik akan mendatangkan yang baik juga? Aku lupa, yang baik - baik juga bisa buat tanah retak dan akhirnya pisah jauh sampai lupa bawa rasa.
Dua tahun yang lalu, aku lupa itu dua tahun atau setahun. Dengan ajaibnya dia datang bawa rasa.Rasa yang aku doakan selama ini. Rasanya...sungguh berasa. Aku seperti hidup lagi,punya semangat yang benar - benar buat semangat. Meskipun aku sering lupa kalau terlalu bersemangat juga tidak baik. Sa, dulu kamu sering bilang rasa itu, senang rasanya hatiku. Sa, dulu aku yakin kalau kamu rasaku. Sebelum rasa - rasa itu memuncak dan menjadi tidak terkendali di satu sisi, saat itu semuanya tumbang. Padahal Sa, aku rindu masa - masa duduk berdua di kelas denganmu, aku rindu hangatmu yang sejujurnya tak pernah terlalu istimewa itu, aku rindu suara dan tanganmu yang dingin itu, aku rindu hal- hal kecil mengejutkan yang selalu kamu lakukan dengan rasa. Sa,apa iya sekarang semuanya telah berubah? Aku kira kita akan tetap satu rasa sampai selamanya.
Sa, aku ingin sekali melupakanmu. Entahlah, rasa yang tidak terkendali ini sudah lelah aku rawat. Dia mau jadi apa, aku sudah tidak tahu. Dia mau apa, aku masih bisa paham tapi tidak akan terjadi, bukan? Sudahlah Sa, aku tahu setahun itu masa - masa yang banyak rasa tapi kini malah jadi tidak punya rasa.
Titip salam buat Ibumu ya Sa. Padahal, aku sangat ingin tahu beliau lebih dalam lagi. Beliau baik Sa, bersyukurlah kamu punya Ibu seperti beliau. Dan, bersyukurlah perempuan yang akan memberi beliau cucu darimu nanti. Sa, tidak banyak rasa yang ingin aku gali dan inginkan lagi darimu. Hanya satu rasa, bisakah kita tetap biasa tanpa rasa?
Mau tidak mau Sa, aku harus merelakan yang sudah tidak punya rasa. Makanan yang tidak punya rasa saja tidak akan mau aku makan, apalagi hubungan, tidak enak sekali kalau dibayangkan.Inilah yang terbaik Sa. Tetap tumbuh menjadi dirimu sendiri. Berikan rasamu nanti kepada yang berhak merasai itu. Terimakasih untuk semua rasa yang pernah kita cicipi bersama, rindu rasanya.
Sudahlah, rasa hanya frasa yang susah didefinisikan. Dia bisa berubah menjadi hal yang lebih baik dan hal yang lebih buruk. Aku sudah mencicipi keduanya dari pemberi rasa yang sama. Entahlah, salah memasukkan apa dia pada resep rasa yang baik itu sehingga menjadi rasa yang buruk untuk diingat.
Aku akan tetap dengan rasaku dan rasa yang kamu tinggalkan bersamaku yang semakin hari semakin tidak bisa aku beri makan. Tenang, aku masih punya rasa - rasa lain dari orang yang aku sayangi. Mereka sumber rasa bahagiaku kini. Terima kasih, untuk pemberi rasa yang salah resep di pertengahan jalan. Selamat mencari rasa yang lain.
***
Dear Din,
Tentang meyukai orang selama itu, mungkin tidak semuanya bisa. Tentang bermain banyak rasa, mungkin tidak semuanya sempat. Bersyukurlah Din. Setidaknya pengalamanmu lebih banyak daripada rasa yang salah resep itu. Din, sedikit sama dengan kisahku hanya berbeda jalan berpisah saja. Tenang Din, kamu tidak sendiri memelihara rasa yang ditinggalkan dan tumbuh sendiri tanpa disiram itu. Kisahmu dan kisahnya, biarlah jadi rahasia dari rasa - rasa yang pernah saling kalian cicipi berdua. Tidak apa jika terlalu banyak sampai lupa rasanya untuk tidak merindukan rasa - rasa itu.
Din, aku hanya seorang sahabat yang tidak begitu tahu bagaimana rasa yang pernah kalian hadapi. Aku hanya sering menjadi teman menangismu ketika rindu dengan rasa itu. Beberapa rasa memang akan berubah entah jadi bagaimana. Ada yang jadi buruk, jadi baik, jadi sekedar, jadi sejati, dan jadi rasa terakhir yang akan paling banyak kamu lalui sampai mati bersama sosok yang masih jadi rahasia Tuhan itu. Jangan mengeluh. Setiap rasa memang memberi kita kerinduan untuk ingin mencicipinya sekali lagi. Tapi, tidak semua juga harus kita cari pemberi rasanya. Jangan gegabah memandang masa yang lalu, masih banyak pemberi rasa yang akan hadir di hidupmu,hidup kita. Rasa di dunia ini ada milyaran! Jika sedih mengingat rasa yang dulu, tidak apa. Jujur saja biar sama - sama keluar air mata dan rasa sakitnya sampai jadi lega. Jangan benci,tidak ada rasa yang sebenarnya pantas untuk dibenci. Meskipun ada kata rasa benci, tapi jangan pernah cicipi. Sama sekali tidak enak! Tetap jadi rasa yang biasa saja dan tangguh dalam melewati dan mencari rasa - rasa lainnya. Rasa yang terakhir bersama orang terakhir itu akan kamu dapatkan di waktu dan dengan perasaan yang tepat. Semangat!
Peluk hangat dariku yang memberimu rasa teman sejati,
Matahari
Namanya Din. Seorang yang sangat tidak peduli tenang "penampilan wanita".Paham maksudku? Iya, dia tomboy, bahasa kerennya. Tapi dia tidak aneh, bukan tomboy yang lebay. Dia cantik,kalau mengutip kata - kata Oka Rusmini di novelnya, dia memiliki kecantikan sudra. Sederhana, tapi tangguh. Dan ini kisahnya yang menunjukkan wujud kecantikan sudranya.
***
Suka sama seseorang selama 3 tahun itu rasanya tidak gampang. Banyak sekali rasa yang dikorbankan dan diperjuangkan untuk terus hidup dan menyala dalam gelap yang entah kapan bertemu terangnya. Rasanya doaku untuknya tidak putus - putus dari dulu. Tenang saja, semuanya doa baik.
Aku sering memanggilnya Sa. Seorang laki - laki dingin yang entah apa alasannya, aku sangat menyukainya.Awalnya aku kira hanya sekedar suka saja, ternyata... lambat laun suka juga bisa berubah rasa jadi sayang. Kira - kira apalagi ya yang bisa diubah oleh rasa? Lama rasanya berpikir tentang pertanyaan itu. Sampai akhirnya, aku menemukan juga kalau rasa juga bisa mengubah hari - hariku menjadi lebih luar biasa dari biasanya. Saking luar biasanya sampai aku lupa kalau itu sudah diluar rasa. Aku hanya ingin mengingat yang baik -baik saja tentang dia. Tapi, rasanya kok malah sedih ya? Kenapa yang baik - baik bisa buat sedih? Bukannya yang baik akan mendatangkan yang baik juga? Aku lupa, yang baik - baik juga bisa buat tanah retak dan akhirnya pisah jauh sampai lupa bawa rasa.
Dua tahun yang lalu, aku lupa itu dua tahun atau setahun. Dengan ajaibnya dia datang bawa rasa.Rasa yang aku doakan selama ini. Rasanya...sungguh berasa. Aku seperti hidup lagi,punya semangat yang benar - benar buat semangat. Meskipun aku sering lupa kalau terlalu bersemangat juga tidak baik. Sa, dulu kamu sering bilang rasa itu, senang rasanya hatiku. Sa, dulu aku yakin kalau kamu rasaku. Sebelum rasa - rasa itu memuncak dan menjadi tidak terkendali di satu sisi, saat itu semuanya tumbang. Padahal Sa, aku rindu masa - masa duduk berdua di kelas denganmu, aku rindu hangatmu yang sejujurnya tak pernah terlalu istimewa itu, aku rindu suara dan tanganmu yang dingin itu, aku rindu hal- hal kecil mengejutkan yang selalu kamu lakukan dengan rasa. Sa,apa iya sekarang semuanya telah berubah? Aku kira kita akan tetap satu rasa sampai selamanya.
Sa, aku ingin sekali melupakanmu. Entahlah, rasa yang tidak terkendali ini sudah lelah aku rawat. Dia mau jadi apa, aku sudah tidak tahu. Dia mau apa, aku masih bisa paham tapi tidak akan terjadi, bukan? Sudahlah Sa, aku tahu setahun itu masa - masa yang banyak rasa tapi kini malah jadi tidak punya rasa.
Titip salam buat Ibumu ya Sa. Padahal, aku sangat ingin tahu beliau lebih dalam lagi. Beliau baik Sa, bersyukurlah kamu punya Ibu seperti beliau. Dan, bersyukurlah perempuan yang akan memberi beliau cucu darimu nanti. Sa, tidak banyak rasa yang ingin aku gali dan inginkan lagi darimu. Hanya satu rasa, bisakah kita tetap biasa tanpa rasa?
Mau tidak mau Sa, aku harus merelakan yang sudah tidak punya rasa. Makanan yang tidak punya rasa saja tidak akan mau aku makan, apalagi hubungan, tidak enak sekali kalau dibayangkan.Inilah yang terbaik Sa. Tetap tumbuh menjadi dirimu sendiri. Berikan rasamu nanti kepada yang berhak merasai itu. Terimakasih untuk semua rasa yang pernah kita cicipi bersama, rindu rasanya.
Sudahlah, rasa hanya frasa yang susah didefinisikan. Dia bisa berubah menjadi hal yang lebih baik dan hal yang lebih buruk. Aku sudah mencicipi keduanya dari pemberi rasa yang sama. Entahlah, salah memasukkan apa dia pada resep rasa yang baik itu sehingga menjadi rasa yang buruk untuk diingat.
Aku akan tetap dengan rasaku dan rasa yang kamu tinggalkan bersamaku yang semakin hari semakin tidak bisa aku beri makan. Tenang, aku masih punya rasa - rasa lain dari orang yang aku sayangi. Mereka sumber rasa bahagiaku kini. Terima kasih, untuk pemberi rasa yang salah resep di pertengahan jalan. Selamat mencari rasa yang lain.
***
Dear Din,
Tentang meyukai orang selama itu, mungkin tidak semuanya bisa. Tentang bermain banyak rasa, mungkin tidak semuanya sempat. Bersyukurlah Din. Setidaknya pengalamanmu lebih banyak daripada rasa yang salah resep itu. Din, sedikit sama dengan kisahku hanya berbeda jalan berpisah saja. Tenang Din, kamu tidak sendiri memelihara rasa yang ditinggalkan dan tumbuh sendiri tanpa disiram itu. Kisahmu dan kisahnya, biarlah jadi rahasia dari rasa - rasa yang pernah saling kalian cicipi berdua. Tidak apa jika terlalu banyak sampai lupa rasanya untuk tidak merindukan rasa - rasa itu.
Din, aku hanya seorang sahabat yang tidak begitu tahu bagaimana rasa yang pernah kalian hadapi. Aku hanya sering menjadi teman menangismu ketika rindu dengan rasa itu. Beberapa rasa memang akan berubah entah jadi bagaimana. Ada yang jadi buruk, jadi baik, jadi sekedar, jadi sejati, dan jadi rasa terakhir yang akan paling banyak kamu lalui sampai mati bersama sosok yang masih jadi rahasia Tuhan itu. Jangan mengeluh. Setiap rasa memang memberi kita kerinduan untuk ingin mencicipinya sekali lagi. Tapi, tidak semua juga harus kita cari pemberi rasanya. Jangan gegabah memandang masa yang lalu, masih banyak pemberi rasa yang akan hadir di hidupmu,hidup kita. Rasa di dunia ini ada milyaran! Jika sedih mengingat rasa yang dulu, tidak apa. Jujur saja biar sama - sama keluar air mata dan rasa sakitnya sampai jadi lega. Jangan benci,tidak ada rasa yang sebenarnya pantas untuk dibenci. Meskipun ada kata rasa benci, tapi jangan pernah cicipi. Sama sekali tidak enak! Tetap jadi rasa yang biasa saja dan tangguh dalam melewati dan mencari rasa - rasa lainnya. Rasa yang terakhir bersama orang terakhir itu akan kamu dapatkan di waktu dan dengan perasaan yang tepat. Semangat!
Peluk hangat dariku yang memberimu rasa teman sejati,
Matahari
Semangat mahatariku
BalasHapusTerima kasih telah menjadi sahabatku💝